Nama Sekadau terambil dari sejenis
pohon yang banyak tumbuh di muara sungai Sekadau. Penduduk setempat
menamakannya Batang Adau.
Asal mula penduduk Sekadau adalah pecahan rombongan Dara Nante yang di bawah pimpinan Singa Patih Bardat dan Patih Bangi yang meneruskan perjalanan ke hulu sungai Kapuas. Rombongan Singa Patih Bardat menurunkan suku Kematu, Benawas, Sekadau dan Melawang. Sedangkan rombongan Patih Bangi adalah leluhur suku Dayak Melawang yang menurunkan raja-raja Sekadau.
Mula-mula kerajaan Sekadau terletak di daerah Kematu, lebih kurang 3 kilometer sebelah hilir Rawak. Raja pertama Sekadau adalah Pangeran Engkong yang memiliki tiga putra, yakni Pangeran Agong, Pangeran Kadar dan Pangeran Senarong. Sesudah Pangeran Engkong wafat, kerajaan diteruskan oleh putra keduanya, Pangeran Kadar, karena dinilai lebih bijaksana dari putra-putra yang lain. Karena kecewa, Pangeran Agong kemudian meninggalkan Sekadau menuju daerah Lawang Kuwari. Sedangkan Pangeran Senarong kemudian menurunkan penguasa kerajaan Belitang.
Setelah Pangeran Kadar wafat,
pemerintahan dilanjutkan oleh putra mahkota Pangeran Suma. Pangeran Suma pernah
dikirim orangtuanya untuk memperdalam pengetahuan agama Islam ke kerajaan
Mempawah, karena itu pada masa pemerintahannya agama Islam berkembang pesat di
kerajaan Sekadau. Ibukota kerajaan kemudian dipindahkan ke kampung Sungai Bara
dan sebuah masjid kerajaan didirikan di sana. Pada masa ini pula Belanda sampai
ke kerajaan Sekadau.
Pangeran Suma kemudian digantikan
oleh putra mahkota Abang Todong dengan gelar Sultan Anum. Lalu digantikan lagi
oleh Abang Ipong bergelar Pangeran Ratu yang bukan keturunan raja namun naik
tahta karena putra mahkota berikutnya belum cukup dewasa. Setelah putra mahkota
dewasa, ia pun dinobatkan memerintah dengan gelar Sultan Mansur. Kerajaan
Sekadau kemudian dialihkan kepada Gusti Mekah dengan gelar Panembahan Gusti
Mekah Kesuma Negara karena putra mahkota berikutnya, yakni Abang Usman, belum
dewasa. Abang Usman kemudian dibawa ibunya ke Nanga Taman.
Sesudah pemerintahan Panembahan Gusti Mekah Kesuma Negara berakhir, Panembahan Gusti Akhmad Sri Negara dinobatkan naik tahta. Tetapi oleh penjajah Belanda, panembahan beserta keluarganya kemudian diasingkan ke Malang, Jawa Timur, dengan tuduhan telah menghasut para tumenggung untuk melawan Belanda.
Karena peristiwa tersebut, Panembahan
Haji Gusti Abdullah kemudian diangkat dengan gelar Pangeran Mangku sebagai
wakil panembahan. Ia pun dipersilakan mendiami keraton. Belum lama setelah
penobatannya, Pangeran Mangku wafat. Ia kemudian digantikan oleh Panembahan
Gusti Akhmad, kemudian Gusti Hamid. Raja Sekadau berikutnya adalah Panembahan
Gusti Kelip.
Tahun 1944 Gusti Kelip tewas dibunuh penjajah Jepang. Pihak Jepang kemudian mengangkat Gusti Adnan sebagai pembesar kerajaan Sekadau dengan gelar Pangeran Agung. Ia berasal dari Belitang. Juni 1952, bersama Gusti Kolen dari kerajaan Belitang, Gusti Adnan menyerahkan administrasi kerajaan kepada pemerintah Republik Indonesia di Jakarta.
Tahun 1944 Gusti Kelip tewas dibunuh penjajah Jepang. Pihak Jepang kemudian mengangkat Gusti Adnan sebagai pembesar kerajaan Sekadau dengan gelar Pangeran Agung. Ia berasal dari Belitang. Juni 1952, bersama Gusti Kolen dari kerajaan Belitang, Gusti Adnan menyerahkan administrasi kerajaan kepada pemerintah Republik Indonesia di Jakarta.
Juga diatur mengenai kewajiban rakyat negeri terhadap hak orang lain seperti kapal pecah, barang hanyut, melindungi model – model kejahatan dan berpindah – pindah negeri.
Yang sangat menarik perhatian dimana
Gubernement Hindia Nederlands telah berusaha menghapus perbudakan dan
pengayauan oleh orang dayak sebagai suatu kondisi yang turun temurun.
Semula para raja menjadi tuan dinegeri sendiri kemudian menjadi tanah pinjaman dari Gubernement kepada raja dan seluruh kerajaan. Membatasi segala pungutan dan hasil bumi harus seijin Gubernument
Semula para raja menjadi tuan dinegeri sendiri kemudian menjadi tanah pinjaman dari Gubernement kepada raja dan seluruh kerajaan. Membatasi segala pungutan dan hasil bumi harus seijin Gubernument
Setelah Panembahan Haji Ade Sulaiman meninggal dunia, seharusnya yang naik tahta adalah Pangeran Haji Gusti Muhammad Ali II Suria Negara anak dari Haji Gusti Ahmad Putera Negara. Namun oleh Pangeran Dipati Ibnu yang merupakan putera dari Panembahan Haji Ade Sulaiman Paku Negara, tidak mau menyerahkan pemerintahan, maka kembali Belanda ikut campur tangan.
Gubernement Belanda memilih Pangeran Haji Gusti Muhammad Ali II Suria Negara menjadi raja yang memerintah tahun 1908 – 1915. sedangkan Pangeran Dipati oleh Belanda dibuang ke Jawa. Sebagai Mangkubumi diangkatlah adik dari Panembahan Haji Sulaiman Paku Negara yang bernama Pangeran Haji Ade Muhammad Said Paku Negara.
Panembahan Gusti Muhammad Ali
mempunyai 9 orang putera dan 5 orang puteri yaitu :
1. Gusti Muhammad Tahir III Suria Negara
2. Gusti Ahmad yang bergelar Pangeran Adipati Suria Negara
3. Gusti Abdurrahman
4. Gusti Burhan
5. Gusti Muhammad Arief
6. Gusti Zainal Abidin
7. Gusti Syamsudin
8. Gusti Abdul Murad
9. Gusti Terahib
10. Utin Isah
11. Utin Hadijah
12. Utin Mas Urai
13. Utin Maryam
14. Utin Maimun
1. Gusti Muhammad Tahir III Suria Negara
2. Gusti Ahmad yang bergelar Pangeran Adipati Suria Negara
3. Gusti Abdurrahman
4. Gusti Burhan
5. Gusti Muhammad Arief
6. Gusti Zainal Abidin
7. Gusti Syamsudin
8. Gusti Abdul Murad
9. Gusti Terahib
10. Utin Isah
11. Utin Hadijah
12. Utin Mas Urai
13. Utin Maryam
14. Utin Maimun
Setelah Panembahan Gusti Muhammad
Ali II Surya Negara wafat maka diangkatlah Haji Muhammad Said Paku Negara
sebagai raja. Beliau naik tahta pada tahun 1915 – 1920 pada masa itu yang
menjadi Mangkubumi adalah anak dari Pangeran Haji Muhammad Ali II yaitu Gusti
Muhammad Tahir III Suria Negara.
Pembaharuan – pembaharuan mulai
dilakukan setelah Gusti Muhammad Tahir II Suria Negara menjadi raja
menggantikan Panembahan Haji Ade Muhammad Said Paku Negara Pembaharuan yang
dilakukan antaralain dalam bidang pendidikan. Dengan mendirikan Gubernement
School kelas V di SD Negeri I Sanggau sekarang ini . kemudian membangun jalan
raya yang menghubungkan Sanggau – Ngabang dan Sanggau – Sintang pembangunan ini
pada dasarnya merupakan perintah dari Penjajah Belanda dengan cara “KERJA RODI”.
Pembaharuan juga dilakukan dengan mendirikan suatu Lembaga Mahkamah Syariah atau Raad Agama di Kerajaan Sanggau yang dipimpin oleh :
1. Pangeran Temenggung Suria Igama
atau nama aslinya ialah Haji Muhammad Yusuf.
2. Raden Penghulu Suria Igama yang nama aslinya adalah Ade Ahmaden Baduwi.
2. Raden Penghulu Suria Igama yang nama aslinya adalah Ade Ahmaden Baduwi.
Dari segi hukum adat kerajaan juga
terjadi pembaharuan karena pada tanggal 31 Oktober 1932 bersamaan dengan 2
Rajab 1351 Hijriah telah disempurnakan kembali hukum adapt Kerajaan sanggau
dari 34 pasal menjadi 70 pasal dengan istilah lain hukum adat tambahan yang
ditandatangani oleh :
1.Raden Penghulu Suria Igama Abang
Haji Ahmad
2.Pangeran Tumenggung Hoofd Penghulu
Haji Muhammad Yusuf
3.Panembahan Gusti Muhammad Tahir
III Suria Negara
Segala urusan agama tidak hanya dilakukan raja sanggau tetapi dilakukan oleh Raad Agama tersebut seperti nikah, talak dan rujuk serta hukum waris dan wasiat. Demikian pula dengan penetapan awal Ramadhan, Fardlu Kifayah serta urusan peribadatan dimasjid termasuk pengangkatan para imam dan khatib maupun bilal masjid semua dilakukan oleh Raad ama atas nama raja sanggau. Jadi Kerajaan Sanggau tidak hanya menggunakan huklum adatjuga menggunakan hukum islam, Perkembangan agama Islam terus berkembang dan bertambah maju pada masa Panembahan Muhammad Tahir III, karena Belanda menyerahkan pengurusan agama sepenuhnya kepada pemerintah negeri atau kerajaan. Hal ini sesuai dengan ketetapan yang diberikan oleh pemerintah Belanda antara lain :
1.Peribadatan umum umat Nasrani
berada dibawah wewenang Departemen Van Onderwijs En Eredient ( Departemen
Pengajaran dan peribadatan ). Sedangkan Agama Islam diserahkan kepada Kerajaan
dan bagi Daerah Gubernement dibawah wewenang Departement Van Dinnenlasche en
Muhamadaanch Zaken.
2.Bidang politik gerakan agama ditampung
oleh kantor Voon Inlandsche en Muhammadaanche Zaken.
3.Mahkamah Islam Tinggi ( MIT ) atau Hof Voor Islamatische Zaken dan wewenang Departement Van JUstitie ( Departemen Kehakiman ).
3.Mahkamah Islam Tinggi ( MIT ) atau Hof Voor Islamatische Zaken dan wewenang Departement Van JUstitie ( Departemen Kehakiman ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar